“Ya”
jawabku lemah. Suster Reni memberikan obat-obatan yang aku benci. Aku
benci minum obat, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Sejak aku
divonis menderita kanker otak setengah tahun lalu, obat mau tidak mau
harus menjadi sahabatku.
“Veliz,
kamu kenapa sayang? Ada yang sakit?” Tanya suster Reni dengan penuh
perhatian sambil mengelus kepalaku. Suster Reni sangat baik dan sabar
terhadapku. Kami bersahabat sejak aku menjadi pelanggan tetap rumah
sakit ini.
“Sus,
biasanya berapa lama lagi waktu yang tersisa untuk orang yang
mempunyai penyakit seperti aku?” tanyaku datar.
”Veliz,
tidak ada yang pernah tau umur seseorang. Itu semua rahasia Tuhan”.
Jawab suster Reni sambil memelukku.
”Kamu
harus tetap berjuang untuk kamu sendiri, orang-orang yang mencintai
kamu dan kamu cintai, lakukan yang terbaik yang bisa kamu lakukan.
Sekarang kamu tidur ya! Kamu harus banyak istirahat agar kamu cepat
sembuh! Selamat malam sayang, mimpi indah ya!” ujar suster Reni dan
pergi berlalu setelah memastikan aku sudah meminum semua obat yang
dia berikan. ”Oh ya hampir saja lupa, mulai besok kamu akan
ditangani dokter baru, karena dokter Hendrawan akan melakukan riset
keluar negri selama beberapa bulan”. Kepala suster Reni muncul dari
balik tirai sambil tersenyum. Dan kali ini dia benar-benar pergi.
Aku
mengambil diaryku sambil tersenyum mengingat kata-katanya,
Berjuang?
Lakukan yang terbaik? Apa yang bisa dilakukan anak 19 tahun yang
telah divonis kanker seperti aku. Berjuang untuk apa? Lakukan yang
terbaik untuk siapa? Akupun tidak pernah merasakan cinta. Dari kedua
orangtuaku pun tidak. Mereka selalu sibuk dengan pekerjaan mereka.
Apakah mereka mencintai aku?? Apa cinta itu ada?????
♥♥♥
”Veli...
oh dia masih tertidur dok” bisik suster Reni pada dokter
disebelahnya.
”Jadi
gadis ini yang dokter Hendrawan
ceritakan?”
tanya dokter Denny pelan.
”Dia
bangun”. Ucap dokter Denny sambil memberi isyarat kepada suster
Reni.
”Pagi
Veliza”. Sapa suster Reni hangat. “Ayo kamu tidur jam berapa
semalam?”
Aku
hanya tersenyum, sambil sekuat tenaga mengumpulkan seluruh energiku
untuk benar-benar bangun dan membuka mataku. Tapi ada yang aneh hari
ini. Siapa sosok laki-laki disebelah suster Reni yang menatapku
tajam? Tanyaku dalam hati.
“Jam
berapa ini?” tanyaku lemah. Terus terang aku masih mengantuk
“Jam
8.30 sayang.” Jawab suster Reni sambil menunjukkan jam tangannya.
”Gimana keadaan kamu hari ini? Baik?”
“Ya,
seperti biasanya” jawabku datar.
Suster
Reni hanya tersenyum mendengar langganan atas jawabanku.
”Oh
ya sampai lupa, Veliza perkenalkan ini dokter Denny, dia yang akan
menggantikan dokter Hendrawan.”
dokter
Denny mengulurkan tangannya untuk bersalaman, akupun menyambutnya.
”Hi
Veliza, senang berkenalan dengan kamu.” sapanya sambil tersenyum
hangat.
”Hi”
jawabku datar. Aku tidak pernah mau peduli dengan dokter-dokter yang
akan merawatku, buatku semua sama saja. Sama-sama dokter yang
kerjaannya membuatku tersiksa.
”Sekarang
saya periksa kamu dulu ya!” dia pun mulai memeriksaku. ”Kondisi
kamu cukup baik, kalau kondisi kamu stabil seperti ini terus, kamu
akan cepat sembuh.”
”Wah
bisa cepat pulang dong dok?” tanya suster Reni antusias.
”Ya”
jawab dokter Denny sambil tersenyum.
Aku
hanya diam, tidak menanggapi. Buatku, kata-kata itu adalah sandiwara
dokter dan suster untuk memberikan semangat pada pasien-pasien yang
hampir sekarat seperti aku. Aku muak dengan kebohongan mereka.
Mungkin maksud mereka baik, tetapi mereka tidak pernah tahu kalau
kebohongan itu bisa membuat harapan kosong yang akan menyakitkan
nantinya.
”Veliz”
suara suster Reni membuyarkan lamunanku. ”Kamu melamun lagi
sayang?”
”Dok,
tolong jangan pernah memberikan saya harapan seperti tadi. Sembuh?
Apa ada orang yang menderita kanker dan bisa sembuh? Saya tahu dok,
saya gak mungkin bisa sembuh. Jadi dokter gak usah kasih saya harapan
apa-apa.” sahutku dingin.
Suster
Reni dan dokter Denny pun terkejut dengan kata-kata yang aku
lontarkan. Suster Reni sangat mengerti kepedihanku, diapun hanya bisa
terdiam.
”Kata
siapa orang yang menderita penyakit kanker tidak bisa sembuh?”
tanya dokter Denny.
Aku
diam dan memalingkan wajahku
kearah
jendela.
”Memang
panyakit yang kamu alami adalah penyakit mematikan. Mungkin hanya 1
diantara jutaan orang yang bisa sembuh dan kembali hidup normal.
Tetapi harapan untuk mejadi 1 diantara jutaan orang itu selalu ada
jika kamu mau!
Veliz,
saya tahu tidak mudah menjalani hidup dalam keadaan sakit seperti
kamu. Namun hidup harus tetap berjalan. Jangan pernah berhenti untuk
berharap. Karena dengan harapan, kita mempunyai semangat untuk
melakukan yang terbaik”. ujar dokter Denny sebelum dia pergi
meninggalkan kamarku.
”Sayang,
kamu makan dulu ya sarapannya, setelah itu minum obatnya.” perintah
suster Reni. Akupun menurut. Setelah memastikan aku memakan sarapanku
dan meminum obatnya suster Reni berpamitan untuk menjalankan tugasnya
yang lain.
Harapan?
Harapan apa yang pantas untuk orang yang sedang menunggu ajal seperti
aku? Aku hanya bisa menangis dan mendekap diary ku erat-erat.
♥♥♥
”Hi
Veliz....” terdengar teriakan dari balik tirai. Surprise!!!
Hehehehe... merekapun bermunculan satu persatu.
”I
miss you beib” seru Sasa, Jenifer dan Kevin bersamaan.
Mereka
adalah sahabat-sahabatku sejak SMP.
”Hi
guys!” sapaku ceria. Aku selalu senang akan kedatangan mereka.
Hanya mereka yang mampu menghibur kesedihanku.
”Vel,
kamu abis nangis?” tanya Jenifer yang akrab dipanggil jeje.
"Hah?
gak kok.” jawabku berbohong, berharap mereka mempercayainya.
”Bener?”
sambung Kevin sebelum pergi mangambil kursi roda untukku.
”Iya.
Aku kan udah janji untuk gak nangis lagi.” ujarku menyakinkan
mereka.
Aku
memang sudah berjanji pada diriku sendiri dan kepada mereka untuk
tidak menangis lagi karena penyakitku ini. Tapi mendengar kata-kata
dokter Denny tadi pagi, entah kenapa air mataku jatuh lagi.
Merekapun
tersenyum mendengar jawabanku dan sepertinya berusaha untuk
mempercayainya.
”Kalian
bawa apa?” tanyaku mengalihkan pembicaraan.
”Biasa,
kita bawa puding buah kesukaan kamu nih!” jawab Sasa sambil
mengeluarkan puding yang dibawa. Kevin kembali dengan membawa kursi
roda untukku. Sasa dan Jeje membantu aku untuk duduk dikursi roda itu
dan kami pun berjalan ke taman.
”Vel,
tadi kita ketemu dokter ganteng loh.” celoteh Jeje ditengah
perjalanan menuju taman
”Kaya
bintang film korea hehehe......”
”Ha?
Masa sih? Aku gak pernah liat.” jawabku
”Ia
Vel kita juga baru liat tadi. Kayaknya selama ini besuk kamu belum
pernah liat deh dokter ganteng yang satu ini.” Sasa menimpali
sambil senyum-senyum sendiri.
”Duh
loe orang ya, gak bisa ngeliat yang ganteng dikit langsung pada
belingsatan gitu kaya cacing kepanasan. Emang gue kurang ganteng
apa?” ujar Kevin sambil bergaya layaknya model.
”Ia
loe ganteng kok. Tapi kalo dibandinginnya sama sih ciko, anjing gue!”
jawab Jeje sambil tertawa.
Merekapun
bercerita banyak di taman sambil memakan puding buah yang dibawa
Sasa. Dari mulai gosip-gosip yang lagi hot, kejadian-kejadian lucu
dikampus, sampai cerita mengenai cewek yang sedang tergila-gila
dengan Kevin sahabatku. Aku sangat senang mendengar cerita mereka.
”Vel-vel”
teriak Sasa mengagetkan. ”Itu Vel si dokter ganteng”.
”Iya
iya itu dia yang kita maksud tadi” Jeje menimpali sambil melihat ke
arah kantin rumah sakit yang berada di sebrang taman, tidak jauh dari
tempat mereka duduk.
”Mana
sih? Disitukan banyak dokter lagi makan.” tanyaku bingung
”Oh
my hunny bunny sweety... disitu emang banyak dokter yang lagi makan,
tapi yang ganteng and masih muda kan cuma satu!” ujar Sasa sambil
menggelengkan kepala
”Hunny,
masa kita terpesona sama dokter-dokter yang udah kadaluarsa kaya gitu
sih. Please deh?”
Mereka
semua tertawa mendengar perkataan Sasa.
”Ih
parah loe, dosa tau ngatain orang tua” sambung Kevin sok bijak
”Dosa-dosa
tapi loe juga ketawa. Dasar loe munaroh, temennya si munafik!”
Aku
tertawa geli melihat mereka beradu mulut sambil memperhatikan ke arah
kantin, penasaran dengan dokter ganteng yang dimaksud oleh Sasa dan
Jeje.
"Jangan-jangan
yang pake kemeja coklat?” tanyaku menghentikan tawa mereka.
”Yupsssss
beib, gimana ganteng kan?” tanya Jeje sambil senyam senyum sendiri.
”Oh”
”Loh
kok cuma oh sih?” sambung Sasa bingung.
“Itu
dokter Denny, sampai dokter Hendrawan pulang dari luar negri, dia
yang akan menangani aku.” Jawabku datar.
“WHAT?”
teriak Sasa dan Jeje memekakkan telinga.
“Ya
ampun Vel, enak dunk tiap hari bisa liat yang bening-bening hehehe”.
seru Sasa dengan semangat 45.
“Tapi
loe kok kayaknya biasa aja sih? Harusnyakan loe seneng, yang ngerawat
loe ganteng. Ya walaupun dokter Hendrawan juga ganteng tapi kan udah
tua, udah gak asik lagi dikecengin hahahaha.... Kalo ibarat vitamin
dokter Denny A+, dokter Hendrawan B+.” Mendengar celotehan Jeje
mereka semuapun tertawa geli.
”Ih
sinting loe ya Je? Loe kira dikampus, ngeceng? Parah nih anak! Alvin
sanggup ya punya cewek kaya loe?” sahut Kevin sambil menggelengkan
kepala.
”Hus..becanda
kali Vin, tapi kalo dia mau sama gue sih, gue gak bakal nolak
hahaha.”
”Hmm,
lagi pada cerita apa nih? Seru banget kayaknya!” suara suster Reni
yang tiba-tiba muncul membuat kami semua berhenti tertawa.
”Hi
sus..” sapa Sasa, Jeje, dan Kevin.
”Loh
kok berhenti ketawanya?”
”Hehehe,
gak enak hati sama suster” kata Jeje sambil tersipu malu.
”Suster
gak dengerkan?”
”Denger?
Denger apa? Saya cuma denger kalian ketawa aja tuh!” jawab suster
Reni.
”Amin.”
sahut Jeje lega.
Aku,
Sasa, dan Kevin tertawa melihat tingkah laku Jeje.
”Veliz,
waktunya pemeriksaan labolatorium. Dokter Denny udah nungguin kamu di
ruang lab. Maaf ya ganggu waktu kalian” ucap suster Reni.
”Kita
juga udah mau pamit kok sus” sahut Sasa.
Merekapun
memelukku berpamitan. ”We love you hunny, btw titip salam ya sama
si ganteng.” bisik Sasa dan Jeje sambil tertawa kecil.
Aku
hanya bisa tertawa mendengar kecentilan dua sahabatku itu.
”Vel,
takecare ya!
Sus,
kita pamit dulu. Titip Veliz ya!” ujar Kevin kepada suster Reni.
Suster Reni pun tersenyum
“Saya
akan merawatnya dengan baik”.
“Bye-bye,
i will miss you so much!”. Sahutku mengiringi kepergian mereka.
Suster
Reni mendorongku ke ruang lab yang cukup jauh dari taman.
”Suster
seneng deh liat kamu ceria kaya gini. Emangnya tadi ngegosipin apa
sih? Kok kayaknya seru banget?” Tanya suster Reni penasaran.
Aku
tersenyum membayangkan lelucon Jeje tadi, tidak terbayang kalo suster
Reni sampai tau.
“Ada
deh. Kalo yang ini suster gak boleh tau hehehe”
Setibanya
kami di ruang lab, suster Reni pun meninggalkanku. Sudah ada dokter
Denny dan Koas Kelly asistennya dokter Hendrawan.
”Halo
Veliz cantik hari ini wajah kamu keliatannya ceria sekali” sapa
koas Kelly sambil tersenyum.
Aku
hanya tersenyum kecil. Aku memang akan menjadi pendiam saat
berhadapan dengan anggota rumah sakit. Bahkan beberapa suster malas
berbicara denganku, karena aku hanya menaggapi semua perkataan mereka
dengan senyum seadanya. Tapi tidak dengan koas Kelly, dia tetap ramah
denganku. Walaupun aku selalu menanggapinya dengan senyum yang
terpaksa.
”Bisa
dimulai?” suara dokter Denny meminta persetujuan untuk dilakukan
pemeriksaan. kurang lebih satu jam aku menjalani pemeriksaan. Entah
pemeriksaan apa itu, aku tidak pernah mau tau.
”Dok,
saya pamit duluan ya. Saya udah terlambat nih mau kencan hehehe.
Veliz,
saya duluan ya.” pamit Koas Kelly terburu-buru. Aku dan dokter
Denny hanya mengangukkan kepala.
Aku
menunggu jemputan suster Reni yang tidak kunjung datang.
Dering
telepon cukup ampuh memecahkan keheningan.
“Saya
akan antar kamu ke kamar” ujar dokter Denny setelah menerima
telepon.
“Suster
Reni pulang cepat, anaknya sakit”. Dia pun langsung mengantarku ke
kamar.
♥♥♥
Keadaanku
semakin membaik, dan hari ini aku diperbolehkan untuk pulang.
Walaupun kedua orangtuaku masih tetap sibuk, tetapi setidaknya aku
terbebas dari penjara rumah sakit ini. Hubunganku dengan dokter Denny
tidak terlalu baik, sama dengan semua dokter yang ada disini. Namun,
sebelum aku pulang dokter Denny meminta izin untuk mengajakku kesuatu
tempat. Setelah beberapa kali aku menolaknya, akhirnya aku
menyetujuinya karena terpaksa.
”Veliz,
kamu sudah siap?” suara dokter Denny yang tiba-tiba muncul bersama
suster Reni.
”Sudah
dok!” jawabku
”Veliz
sayang jangan lupa ya, minum obat dan kontrol secara teratur!” ujar
suster Reni dengan penuh perhatian sambil merangkulku. Aku hanya
tersenyum tanpa berkata apa-apa dan memeluknya sebagai tanda
perpisahan, perpisahan sementara karena aku pasti akan kembali.
♥♥♥
Selama
perjalanan, aku hanya terdiam memperhatikan jalan. Sesekali dokter
Denny bertanya mengenai diriku untuk memecahkan keheningan.
Akhirnya
mobil yang aku naiki berhenti didepan sebuah rumah berbalut cat biru
langit yang memiliki taman yang cukup luas. Satu lagi, banyak
anak-anak yang sedang main ditaman itu.
”Turun
yuk, kita sudah sampai!” kata dokter Denny antusias
”Kita
dimana?” tanyaku penasaran
”Hmmmm....
dimana ya?” katanya semakin membuatku penasaran.
”Kalo
dokter gak mau kasih tau aku gak mau turun!” ancamku kesal
Dokter
Denny tertawa kecil mendengar ancamanku ”Veliz, kamu tau gak? Kalo
kamu pasien aku yang paling radikal yang pernah aku temuin!”
”Radikal?”
tanyaku
”Ya!
Aku, bahkan semua orang dirumah sakit jarang sekali mendengar suara
kamu. Kalo ditanya, kamu cuma senyum seadanya.
Radikalkan?”
kata dokter Denny sambil menatapku. Aku terdiam dan langsung
mengalihkan pandanganku.
”Tuhkan
bener! Velz, aku tau ini bukan diri kamu yang sesungguhnya. Diri kamu
yang sesungguhnya cuma bisa aku lihat saat kamu bersama teman-teman
kamu.” serunya dengan lembut, dia terdiam sejenak dan kemudian
melanjutkan perkataannya
”Aku
memang gak pernah bisa memposisikan diri aku sebagai kamu, tapi aku
selalu bisa merasakan apa yang pasien aku rasakan, termasuk terhadap
kamu. Satu hal yang harus kamu tau dan sadari, Hidup yang sekarang
kita jalani adalah anugrah Tuhan. Anugrah Tuhan yang membuat kita
masih bisa menghirup udara bebas seperti sekarang. Jangan pernah
takut dengan vonis yang nyatakan oleh manusia. Dokter hanya manusia
biasa yang juga hidup karena anugrah Tuhan. Serahkan semua
kekhawatiran kamu sama Tuhan, karena Tuhan yang memiliki kehendak
penuh atas hidup kamu dan Tuhan juga tau yang terbaik untuk kamu.
Jangan pernah berhenti berharap Veliz, menjadi 1 diantara jutaan
orang untuk mendapatkan mujizat-Nya.” kata-kata yang baru saja aku
dengar sanggup membuat hatiku bergetar, air matakupun jatuh tidak
tertahankan. Aku sadar kalau selama ini ada yang sudah aku lupakan
Tuhan yang mempunyai seluruh hidup manusia.
”Itu
adalah Rumah Pelangi. Aku dan teman-temanku percaya kalau Tuhan akan
selalu menjanjikan pelangi untuk setiap anak-anak-Nya.” kata dokter
Denny sambil memberikan sapu tangannya kepadaku.
”Hapus
air mata kamu dan turunlah, kamu akan menemukan anak-anak dengan
jutaan harapan yang mereka miliki”
Aku
menghapus air mataku dan turun mengikutinya.
Teriakkan
dan pelukkan menghujaninya, sambutan yang sangat hangat.
”Ini
adalah panti asuhan yang aku dirikan bersama dengan beberapa
teman-temanku. Kamu lihat anak-anak ini? Mereka sudah dibuang sejak
kecil, tetapi mereka tidak larut dalam kesedihan. Mereka tau kalau
mereka harus tetap menjalani hidupnya untuk suatu harapan yang mereka
miliki. Terus terang, aku juga banyak belajar dari mereka. Mereka
yang tidak pernah menyerah untuk terus berharap menggapai cita-cita
yang mereka miliki.” cerita dokter Denny terakhir sebelum dia pergi
bermain dengan anak-anak kecil itu.
Aku
duduk disudut ruangan dan merenungkan semua yang telah terjadi
didalam hidupku. Air matakupun tidak tertahankan lagi membasahi
pipiku mengingat semuanya. Sejak divonis kanker setengah tahun lalu,
hatiku hancur berkeping-keping. Semua cita-cita yang aku miliki
lenyap seketika. Aku tidak lagi memiliki harapan untuk hidup. Namun
sekarang aku tau semua itu adalah sebuah kekeliruan. Tuhan mulai saat
ini aku akan selalu berharap untuk mendapatkan mujizat-Mu, menjadi 1
diantara jutaan orang yang ada untuk sembuh. Aku juga akan berjuang
yang terbaik untuk menggapai harapanku.
”Kakak
kenapa nangis?” tanya salah satu anak panti yang membuyarkan
lamunanku.
”Kakak
gak apa-apa kok!” jawabku sambil tersenyum tulus kepadanya.
”Kamu
kok gak ikut main?”
”Udah
tadi” jawabnya polos sambil tersenyum.
”Kak,
ini dari kak Denny” kata gadis itu sambil menyerahkan sebuah kotak
kecil padaku, anak kecil itupun kembali pergi untuk bermain ayunan
bersama dengan teman-temannya.
Aku
membuka kota kecil itu. Aku sangat kaget melihat isinya. Coklat dan
sebuah kartu, entah darimana dia tau coklat favoritku. Aku membuka
dan membacanya.
Aku
tau dari suster Reni coklat kesukaan kamu, dia cerita banyak tentang
kamu (aku sih yang tanya, abis aku penasaran hehehe..) Veliz, setiap
manusia diciptakan beraneka ragam begitu pula dengan masalah yang
dihadapi. Tapi aku mau kamu tau satu hal, aku akan selalu berusaha
untuk selalu ada disamping kamu. (walaupun kamu selalu cuekin aku
>.<, tapi aku gak pernah bisa memungkiri kalau kamu sudah
menempati satu posisi penting di hatiku ^.^)
Aku
tersenyum membacanya, akupun menatapnya dikejauhan yang sedang berada
ditengah dikumpulan anak-anak. Sekarang aku baru menyadari apa yang
sahabatnya katakan tentang dokter Denny, dia memang tampan. Tidak
hanya tampan, dia juga bisa membuatku terbangun dari tidurku yang
panjang.
Dokter
Denny datang menghampiriku, ”Kamu mau gabung main sama kita?”
tanyanya sambil tersenyum.
”Ya!”
jawabku sambil tersenyum menatapnya. Dia mengulurkan tangannya, dan
aku menyambut tangannya.
3
bulan kemudian
Suster
Reni membagikan satu persatu surat yang digenggamnya sebelum ia
meninggalkan tempat itu.
Dear
papa & mama,
Mungkin
kita jarang berbicara. Papa dan mama terlalu sibuk dengan pekerjaan
masing-masing. Akupun sempat meragukan apakah kalian mencintaiku?
Menyayangiku? karena sejujurnya aku tidak pernah merasakan itu.
Mungkin aku memiliki segalanya yang tidak dimiliki oleh anak-anak
lain diluar sana tapi aku tidak pernah merasakan kebahagian
sesungguhnya. Aku belajar memahami walaupun sakit karena aku juga
ingin kalian pahami. Akupun hanya bisa berdoa agar aku dapat
merasakan kasih sayang kalian suatu saat nanti. Papa, mama, trima
kasih untuk pelukan hangat, tangis dan genggaman tangan kalian
disaat-saat terakhirku. Walaupun hanya sebentar tapi aku sangat
bahagia karena Tuhan sudah menjawab doaku. Papa, mama, aku sangat
menyayangi kalian lebih dari apapun. Trimakasih untuk semuanya.
From
the deepest of my heart i wanna say I LOVE YOU.
Dear
my lovely friends,
Dulu
aku hanya bisa menagisi nasipku, garis takdir yang tidak pernah
kuingini. Akupun pernah menganggap Tuhan seperti tidak ada karena Dia
tidak pernah peduli denganku, kebahagiaanku. Bertahun-tahun aku
merasakan kehampaan, tidak ada satu orangpun yang memperdulikanku.
Namun aku tau sekarang, Engkau tidak pernah melupakanku. Engkau
mengirimkan sahabat-sahabat yang mengasihiku. Jenifer, Sasa, kevin,
trimaksih untuk persahabatannya selama ini. Kalian yang selalu
berusaha ada disisiku. Aku hanya bisa mengatakan betapa aku sangat
mengasihi kalian semua...... trimakasih untuk semuanya I LOVE YOU
ALL.... =)
Jangan
menangis karena sekarang aku sedang tersenyum bahagia mengenang
persahabatan kita.
With
Love,
Your
friend Veliza ^.^
”Trimakasih
ya dok, sudah membuat Veliz melakukan yang terbaik untuk
kesembuhannya selama 3 bulan belakangan ini, walaupun Tuhan
berkehendak lain.”
suster
Reni sambil menyerahkan surat terakhir yang digenggamnya setelah itu
ia pamit meninggalkan tempat itu. Dokter Denny berusaha untuk tetap
tersenyum ditengah kepedihannya yang mendalam. Ia pun membuka surat
itu perlahan dan membacanya.
Dear
dr. Denny,
Entah
apa maksud Tuhan menghadirkan kamu didalam hidupku.
Kamu
yang tiba-tiba datang membangunkanku, mengingatkanku atas anugrah
Tuhan yang sempat kulupakan. Kamu yang mengajarkanku arti dari sebuah
harapan dan cinta yang tidak pernah aku rasakan.Kamu juga yang
membuat aku sanggup menghadapi kenyataan hidup ini.
Yang
aku tau pasti, kamu membawa pelangi kebahagiaan didalam hidupku.
Trimakasih
Tuhan, Engkau telah mengirimkan pelangi untuk mewarnai hari-hariku,
walaupun hanya sebentar itu sangat berarti bagiku.
Denny,
thank you for everything.
Thanks
to your presence which always by my side.
Thanks
to fill my days and my heart with your love.
You
are the beautiful present which i ever had.
I
love you more than you ever know.
With
love,
Veliza
”Veliz,
kamu sekarang tidak akan merasa sakit lagi, tidak akan ada lagi
suntikan-suntikan yang akan membuat kamu menangis.” kata dokter
Denny tersenyum menatap tanah yang masih basah dan penuh dengan
taburan bunga. ”Dan kamu akan selalu menempati posisi penting dalam
hatiku.”
----------------------------------------------------Tamat--------------------------------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar